Leadership

Mahmud Ahmadinejad, begitu nama lengkap Presiden Iran keenam ini.  Dia lahir di Aradan pada tanggal 28 Oktober 1956. Dia terpilih menjadi presiden pada 24 Juni 2005 melalui pemilihan umum yang demokratis. Dia didukung oleh sebagian besar rakyat Iran yang menginginkan sebuah perubahan.
Sebelum terpilih sebagai presiden, Ahmadinejad menjabat sebagai walikota Teheran, terhitung mulai 3 Mei 2003. Keberhasilannya dalam menjalankan roda pemerintahan di Teheran kian melambungkan namanya. Terlebih setelah namanya terpilih sebagai salah satu nominasi finalis untuk pemilihan Word Mayor 2005 (walikota terbaik sedunia). Selain dikenal sebagai seorang pengajar bergelar doktor, Ahmadinejad dikenal konservatif dalam beragama. Pandangan-pandangannya yang konservatif, menjadikannya dibenci sekaligus dipuja lawan maupun kawan politiknya.
Ahmadinejad lahir di Aradan, kawasan udik sekitar 120 kilometer arah tenggara Teheran. Dia anak keempat dari tujuh bersaudara. Orangtuanya, Ahmad Saborjihan, memberinya nama Mahmud Saborjihan saat lahir. Dia menggunakan nama itu hingga sebuah keputusan besar mendorong keluarganya hijrah ke Teheran pada paruh kedua tahun 50-an.
Di Teheran, keluarga Saborjihan mengontrak rumah di kawasan pekerja di timur kota. Di sini, ayah Ahmadinejad tak bisa meneruskan profesi lamanya di Aradan. Dia merintis dan menggantungkan hidup keluarganya dari bekerja sebagai seorang pandai besi. Seiring perjalanan waktu, Ahmadinejad kecil mulai tumbuh menjadi anak yang akrab dengan nilai-nilai Islami. Pola pikir konservatif dan fundamentalisnya, memang sudah mengakar sejak kecil. Jenjang demi jenjang pendidikan ia tempuh di Teheran. Di bawah himpitan ekonomi, Ahmadinejad tertempa untuk memiliki semangat dan jiwa pejuang hidup. Sampai akhirnya, ia memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Univeritas Antarbangsa. Selanjutnya Ahmadinejad belajar di Iran University of Science and Technology (IUST), dan lulus sebagai sarjana di bidang Tehnik Sipil di universitas tersebut pada tahun 1976 dengan hasil yang memuaskan. Karena merasa haus akan pendidikan, ia kemudian melanjutkan sekolah di universitas yang sama, pada program Master of Science di bidang Teknik Sipil tahun 1984. Di tahun itu juga, ia aktif dalam Islamic Revolutionary Guards Corps, sebuah organisasi yang mulai menempa dirinya menjadi seorang revolusioner besar. Tahun 1987, Ahmadinejad menerima gelar prestisius Ph. D atas Rekayasa dan Perencanaan Transportasi dan Lalu Lintas. Setelah lulus, ia kemudian dipercaya menjadi salah satu pengajar di Fakultas Teknik Sipil di IUST. Ia juga banyak menulis tentang seputar masalah transportasi, bahkan ide dan pemikirannya banyak dibutuhkan para pakar transportasi dalam mengatasi problematika lalu lintas kota Teheran saat itu.
Awal Karir Politik
Di kancah politik Iran, nama Ahmadinejad baru dikenal cukup luas ketika ia dipilih sebagai walikota Teheran pada 3 Mei 2003. Namun ia jelas bukan seorang politisi karbitan. Karier politiknya dimulai ketika pada masa-masa awal kemenangan Revolusi Islam Iran (1979), ia aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yang mendukung perjuangan Khomeini. Ia antara lain tercatat sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam. Sejak Agustus 1979, ia beberapa kali berkunjung dan ikut dalam rapat-rapat bersama Imam Khomeini sebagai wakil dari IUST. Kelanjutan pertemuan itu dengan Ayatullah Ali Khamenei, salah seorang ulama kepercayaan Khomeini, berujung pada terbentuknya cikal-bakal Dewan Pemantapan Persatuan , organisasi kemahasiswaan ekstra-kampus yang belakangan banyak berperan dalam membangkitkan semangat kalangan muda untuk mengangkat senjata mempertahankan pondasi revolusi Islam Iran.
Ketika berkobar perang Iran-Irak (1980-1988), Ahmadinejad sempat bergabung dalam milisi Bassij dan kemudian Pasdaran (Pasukan Garda Revolusi Islam Iran). Ia juga pernah menjadi komandan Pasdaran dan berhasil menyusup ke wilayah Kirkuk (Irak). Setelah perang berakhir, karier politiknya semakin menanjak. Ia dipercaya menduduki kursi wakil Gubernur di propinsi Maku, kemudian menjadi Gubernur di Khoy serta menjadi penasehat Menteri Budaya dan Bimbingan Islam, dan kemudian menjadi gubernur bagi propinsi Ardabil yang baru saja terbentuk dari tahun 1993 hingga Oktober 1997. Tapi namanya baru mulai dikenal cukup luas ketika ia terpilih menjadi Walikota Teheran.
Sebagai Walikota Teheran, nama Ahmadinejad terpilih sebagai salah satu nominasi dari 65 finalis untuk pemilihan Word Mayor 2005 (walikota terbaik sedunia 2005), yang diadakan oleh sebuah lembaga kajian di Inggris. Sebagai walikota, ia dinilai berhasil menata Teheran sehingga ibukota Iran itu menjadi salah satu kota yang paling bersih dan teratur di kawasan Timur Tengah. Namun yang lebih penting, ia sangat dekat dengan golongan rakyat kelas bawah. Sekali dalam sepekan, ia senantiasa menyempatkan diri untuk berbagi kepada masyarakat miskin Iran, walau hanya dengan semangkuk sup.[9] Dan tak jarang juga ia mendatangi warga Teheran yang masih menganggur dan lalu memberi mereka pekerjaan, sekalipun hanya sebagai penjual barang asongan atau tukang sapu jalanan.
Ia sering mengatakan, tak ada bedanya antara jabatan walikota atau bahkan presiden, dengan tukang sapu jalanan, karena tugas utama mereka sama, yaitu melayani rakyat banyak. Karenanya ia selalu menyebut dirinya sebagai Mardomyar (sahabat rakyat). Dalam kampanyenya ia juga mengangkat isu-isu yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat banyak, seperti pemberantasan korupsi, pengangguran dan kemiskinan, yang cenderung makin meningkat. Namun, Ahmadinejad tidak hanya beretorika. Ia benar-benar mempraktikkan gaya hidup sederhana, bahkan cenderung puritan. Setelah dua tahun menjadi pejabat paling tinggi di ibukota Teheran, misalnya, ia tetap tinggal di sebuah rumah kontrakan, serta menyetir sendiri mobilnya yang buatan tahun 1970-an itu.
Dalam kampanye presidennya, Ahmadinejad menggunakan moto Itu mungkin dan bisa kita lakukan!.Dia mengambil pendekatan populis, dengan menekankan pada kehidupan yang sangat modis, dan membandingkan dirinya dengan Mohammad Ali Rajai, Presiden Iran kedua  sebuah klaim yang memunculkan keberatan dari keluarga Rajai. Ahmadinejad mengklaim bahwa dia berencana untuk menciptakan sebuah pemerintahan teladan bagi seluruh dunia di Iran. Dia sendiri menggambarkan dirinya sebagai orang yang prinsipil; yaitu, bertindak secara politis berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan revolusioner. Salah satu tujuannya adalah meletakkan pendapatan minyak demi skema rakyat, mengacu pada keuntungan minyak Iran yang didistribusikan kepada rakyat miskin.
Ahmadinejad datang dari golongan pemuda yang memiliki semangat juang besar, jiwa revolusioner, serta keinginan mengabdi pada rakyat. Pada saat kedatangannya ke tengah publik Iran, Ahmadinejad membuat satu gebrakan besar yang mencengangkan setiap orang di sudut-sudut negeri Iran. Ia menang dalam pemilihan presiden, dengan jumlah perolehan suara 17.248.728 suara (61,69 persen suara). Rival terberat Ahmadinejad saat itu adalah Sayyid Hashemi Rafsanjani, veteran politikus berkaliber besar yang sudah melanglang buana di arus perpolitikan nasional Iran.
Ajang pemilihan presiden tersebut, merupakan arena besar bagi Ahmadinejad. Sebab berlangsung dalam dua putaran. Pada putaran pertama, ada tujuh kandidat yang bersaing memperebutkan kursi kepresidenan Iran ke-6 tersebut. Mereka adalah mantan presiden Hashemi Rafsanjani, Mantan Kepala Kepolisian Iran Muhammad Baqir Qalyabaf, mantan Direktur Radio dan Televisi Ali Larijani, Mantan Ketua Parlemen Mehdi Karoubi, Mushthafa Muin (mantan Menteri Pendidikan Tinggi masa pemerintahan Muhammad Khatami), Muhsin Mahar Ali Zadah (mantan Wakil Presiden urusan olahraga masa pemerintahan Khatami), dan Walikota Teheran, Mahmud Ahmadinejad. Putaran pertama tersebut, menyisakan dua kandidat besar yang bakal betarung di pemilihan putaran kedua selanjutnya. Yaitu, Ahmadinejad dan Rafsanjani.
Pemilu putaran kedua ini memberikan kemenangan yang mengejutkan kepada Ahmadinejad atas Rafsanjani  yang memang telah diperkirakan para pengamat lokal dan asing dari beberapa hasil jejak pendapat yang dilakukan sebelum pemilu. Sungguh pertarungan dua kandidat besar, yang saat itu oleh para pengamat politik lokal diperkirakan akan melahirkan duel akbar. Terbukti, Ahmadinejad akhirnya memenagkan pertarungan dengan selisih suara perolehan kurang dari 2 persen atas Rafsanjani. Dengan demikian, Ahmadinejad menjadi presiden pertama Iran yang berasal dari luar kalangan ulama, sejak 24 tahun berdirinya republik
tersebut.
Kemenangan Ahmadinejad memang bukan hisapan jempol belaka. Sejak awal, sudah banyak rakyat Iran yang menaruh perhatian dan simpati terhadap dirinya. Terutama bagi warga Teheran, kota yang ia pimpin sebelum terpilih menjadi presiden-dengan segala pembenahan dan perubahan, baik dibidang sosial, ekonomi, khususnya budaya. Selama menjabat sebagai Walikota Teheran, Ahmadinejad membuktikan bahwa dirinya memang seorang pelayan rakyat. Dia tidak hanya bicara soal program kosongan tapi juga bertindak secara nyata dalam membangun dan meniti setiap kemajuan rakyatnya.
Bentuk Kesederhanaan
Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri-menteri nya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menteri nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satu nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinya seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya. Tidak seperti presiden yang kebanyakan hanya mementingkan memperkaya dirinya sendiri ataupun partai politik yang megusungnya.
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menteri nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menteri nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawal nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi. 
Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka, beliau tidak mau menonjolkan diri dalam sholat berjamaah. Beliau memposisikan dirinya sebagai orang biasa yang sama dengan jamaah yang lainnya tidak ada yang special.
Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa.
Dari penjelasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin tidak diperlu bermewah-mewah cukup dengan cara sederhana dan menganggap bahwa jabatan yang dia pegang itu merupakan titipan dari orang yang sudah memilihnya. Dan juga bisa menjadi motivasi para generasi muda bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin dicapai jika ada usaha dan kemauan yang kuat untuk mencapai apapun itu.

Tinggalkan komentar